TOP NEWS

Sabtu, 10 November 2012

Terapi wicara (speech therapy)...


Terapi wicara (speech therapy)...


Apa itu terapi wicara? Terapi wicara adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai komunikasi bicara dengan lebih baik. Terapi ini biasa diberikan kepada:

  • anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay). Ini merupakan salah satu hambatan tumbuh kembang yang paling umum dialami anak, di mana seorang anak masih belum mencapai kemampuan bicara yang semestinya sudah dikuasai pada usia tertentu. Tentu sebab dari keadaan ini bisa bermacam-macam, dan harus melalui proses 'screening' untuk bisa mengevaluasi sebab dan solusinya.
  • anak-anak dan orang dewasa yang baru selesai menjalani operasi celah bibir (cleft lip/sumbing) dan celah langit-langit (cleft palate). Dengan perubahan anatomi sistem bicara, pasien post operasi celah bibir dan langit-langit sangat penting untuk menjalani terapi wicara untuk mendapatkan hasil yang optimal dari operasi tersebut.
  • anak-anak dengan hambatan tumbuh kembang khusus (autisma, down syndrome, tuna rungu, cerebral palsy)
  • anak-anak/orang dewasa yang mengalami gangguan bicara lainnya : gagap (stuttering), cadel, dll.
  • pasien stroke terkadang kehilangan kemampuan bicara, dan terapi wicara bisa membantu pasien melatih kemampuan bicaranya lagi

0 komentar:

Temani Adik Bobo Dong!


Temani Adik Bobo Dong!



Belajar tidak berada di dekat orangtua juga menjadi latihan bagi anak, selain kemandirian, saat si kecil menempati kamarnya sendiri.Pelajaran ini memang lebih kepada ikatan emosional daripada fisik.


Tidak ada batasan usia yang pasti bagi anak untuk mulai pisah kamar dengan orangtua. Melainkan, lebih dilihat kepada kesiapan anak itu sendiri. Sebab, masing-masing anak punya kesiapan yang berbeda- beda. Kalau misalkan si anak di usia satu tahun sudah bisa melihat dan bisa ditinggal di kamarnya sendiri, itu tidak menjadi masalah. Namun, ada juga anak yang di usia satu tahun sangat tergantung dengan orangtuanya.


Perlunya memisahkan anak dari kamar tidur orangtua,juga dimaksudkan agar anak tidak melihat saat orangtuanya melakukan hubungan intim. Kalau anak sudah mulai mengetahui banyak hal dan dia sudah bisa melihat dengan jelas, ada baiknya dia sudah mulai ”dipisahkan” dengan orangtua. ”Kalau si anak masih tidur bersama orangtua dan ketika orangtua sedang melakukan hubungan intercourse, maka si anak bisa saja melihatnya secara tak sengaja,” kata psikolog anak Woro Kurnianingrum.


Bila anak melihatnya di usia dini, dia bisa menyalahartikan apa yang dilihatnya. ”Ini yang perlu dihindari,” tegasnya. Paling tidak, menurut teori perkembangan, anak sekitar usia satu tahunan sudah dapat melihat dengan jelas. Namun, biasanya orangtua mulai memisahkan anak ketika si anak mulai menginjak bangku sekolah. Proses memisahkan kamar ini perlu dilakukan secara bertahap. Misalkan,pertama-tama si anak diperkenalkan dengan kamar barunya. Selanjutnya, anak diberikan penjelasan bahwa dia nanti akan tidur di kamar barunya itu.


Usahakan kamar tersebut didesain dengan corak warna dan aksesori kesukaan anak. Lalu, secara bertahap orangtua perlu menemani si anak untuk tidur bersama di kamar tersebut terlebih dulu. Bisa saja di hari-hari pertama orangtua menemani anak tidur di kamar tersebut hingga pagi hari. Secara bertahap berkurang, bisa juga hanya sampai si anak tertidur, kemudian orangtua meninggalkan anak tidur sendiri di kamarnya. Nah, ketika anak terbangun, maka orangtua perlu menemani kembali agar si anak merasa nyaman bahwa orangtuanya masih berada di dekatnya.


Namun, lambat laun ini pun perlu dibatasi. Hingga si anak bisa pergi ke kamarnya dan tidur sendiri tanpa perlu ditemani orangtua. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kini banyak orangtua yang sudah menggunakan alat sensor suara bernama baby talk, yang diletakkan di kamar si anak dan kamar orangtua. Alat tersebut digunakan sebagai alat komunikasi menghubungkan dua kamar. Jadi, ketika anaknya menangis di tengah malam, orangtuanya dapat langsung mendengarkan dan menenangkan si anak dengan mengatakan ayah-ibunya ada di dekatnya. Secara bertahap proses anak pisah kamar ini dapat dilakukan hingga si anak menginjak bangku sekolah dia sudah terbiasa tidur sendiri di kamar.


Lebih jauh dikatakan Woro, anak tidur terpisah dengan orangtua bukan semata soal kesiapan mental si anak saja, juga berkaitan dengan ketersediaan ruang kamar dalam sebuah rumah. Bagi keluarga yang menempati rumah yang punya banyak kamar,mungkin tidak menjadi masalah. Sebaliknya, bagi keluarga yang rumahnya tergolong kecil dan minim kamar, maka perlu ada penyiasatan dalam mengatur tidur pisah ini. Dia menyarankan,kalau sekiranya dalam rumah tersebut hanya terdiri dari satu kamar, ada baiknya pemisahan dilakukan menggunakan sekat pemisah sederhana.


Tujuannya agar si anak tak melihat orangtua, tapi dia dapat merasakan nyaman masih berada dekat ayah-ibu. Sementara itu, psikolog anak Melly Puspitasari menyarankan, dalam menyiapkan kamar anak, sebaiknya merancang kamarnya seaman dan senyaman mungkin.Artinya,pintu dan jendelanya aman terkunci untuk mencegah maling masuk. Kemudian,hal yang perlu diingat, masa kanak-kanak membutuhkan stimulus untuk menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas. ”Begitu juga dalam merancang desain kamar anak, kita bisa menyiapkan gambar-gambar yang merangsang kreativitas si anak,” sarannya. Bisa saja orangtua menempelkan huruf-huruf/abjad di dinding kamar anak. Ketika berada di kamar anak, si ibu bisa mengajak anak bermain mengenal huruf-huruf.


”Mama tahu lho huruf A.Ayo kita cari mana yang huruf A?” Dengan demikian, kamar anak bisa menjadi mediasi untuk menumbuhkan kreativitas dan sarana belajar bagi anak.Alhasil, si anak merasa nyaman dan berpikir,” Oh ternyata belajar itu menyenangkan”. ”Kita juga bisa menempatkan karpet berbahan karet sandal yang berbentuk huruf-huruf,” kata Melly. Karpet tadi bisa ditempatkan di kamar anak.Karpet tadi aman bagi kesehatan anak karena tidak menyimpan debu sehingga dapat mencegah anakanak alergi debu.Sebaiknya dihindari menempatkan karpet biasa di kamar anak karena menjadi tidak aman bagi anak yang menderita alergi atau asma.


Anak-anak pada umumnya menginginkan suatu dunia yang berbeda, yakni dunia yang ada di alam imajinasinya. Sekarang banyak tersedia furnitur- furnitur kamar yang bertemakan anak-anak. ”Kita bisa membelikannya sesuai kegemaran anak terhadap benda tertentu. Misalnya anak yang suka dengan mobil, bisa kita belikan tempat tidur atau bantal yang berbentuk mobil-mobilan. Bisa juga kita belikan tempat tidur berwarna-warni cerah,” urainya. Selain itu, bisa juga menempelkan sekeliling dinding kamar dengan gambar-gambar yang disukai anak. ”Contoh lain, si anak diminta menggambar sesuatu. Selanjutnya, gambar itu digunting dan ditempel di lemari pakaian anak,” ujar Melly. (nuriwan trihendrawan)

0 komentar:

Speech Delay, Usia Dua Tahun Belum Juga Bicara


Speech Delay, Usia Dua Tahun Belum Juga Bicara

Sisca, 2, belum juga bisa mengeluarkan sepatah kata. Padahal anak seusianya sudah mulai terampil berbicara. Apakah dia mengalami keterlambatan bicara?

SEORANG anak mulai memperlihatkan keterampilan bicara pada usia 1,6 tahun–2 tahun. ”Walaupun artikulasi atau pengucapan kata-katanya belum jelas,”kata psikolog anak Woro Kurnianingrum dari Angel's Wing. ”Namun ada juga anak yang baru bisa bicara ketika berusia di atas 2 tahun,” katanya. Ketika ada anak belum bisa bicara saat menginjak usia dua tahun, orangtua boleh khawatir, tapi jangan panik. Orangtua dapat mulai mencari-cari tahu apa penyebabnya?

Tapi, jangan cepat mengambil kesimpulan bahwa anaknya mengalami keterlambatan bicara atau speech delay. Setiap anak berbeda-beda tahapan perkembangannya. Jadi, mungkin saja ada anak yang di usia dua tahun lancar bicara, tapi ada anak yang bicaranya masih belum jelas di usia yang sama. Woro mengungkapkan, dalam berbahasa ada yang dinamakan reseptif dan ekspresif.

Reseptif adalah kemampuan si anak untuk memahami apa yang diucapkan orang lain. Sementara ekspresif adalah kemampuan si anak mengekspresikan pikirannya dengan berbicara. Bagaimana mengetahui kemampuan reseptif anak? Sebagai contoh, ketika orangtua memberikan perintah kepada anaknya agar mengambilkan gelas, mampukah si anak memahami perintah tersebut? (Baca artikel Perkembangan bicara dan bahasa pada anak usia 0-36 bulan)

Bila ternyata anak mampu memahami, berarti kemampuan reseptif anak tidak bermasalah. Pengecekan selanjutnya adalah pada kemampuan ekspresif. Kalaupun belum baik, bisa saja memang tahapannya baru sebatas kemampuan reseptif yang baik. Sering kali orang menganggap anak terlambat bicara tanpa mengetahui faktor reseptif dan ekspresif tadi. Anak yang mengalami keterlambatan bicara biasanya memiliki kendala pada faktor reseptif.

”Kita bisa memberikan latihan- latihan dengan menstimulasi anak agar dapat memahami dan melafalkan ucapan. Misalkan, mama atau papa. Apakah dia bisa mengulanginya,” kata Woro. Kalau ternyata si anak tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali, padahal dia sudah menginjak usia dua tahun. Orangtua boleh khawatir dan mencari-cari tahu.Dengan cara mengecek kondisi fisik berkaitan dengan aspek reseptif.

Apakah ada masalah dengan pendengaran atau pita suaranya. Bila ternyata si anak bisa menirukan lafal /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/, itu artinya tidak ada masalah dengan kemampuan berbicara anak. Bila berjalan hingga usia tiga tahun belum juga bisa bicara, tapi dia memahami pembicaraan orang lain, orangtua dapat berkonsultasi kepada ahlinya. Seperti ke dokter anak untuk mengetahui kondisi fisik anak atau ke psikolog untuk mengetahui apakah ada gangguan dalam perkembangan psikologisnya. Bisa juga mendatangi ke pusat terapi wicara untuk melakukan stimulasi dan terapi.

Pakar perkembangan anak Dr Miriam Stoppard mengatakan, tahapan perkembangan kemampuan bicara dan berbahasa dapat dibagi dalam dua fase, yakni usia perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa, sejak bayi usia 0–8 minggu. ”Pada masa perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya,” katanya. Tidak hanya itu, sejak lahir dia sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu.

Meski masih bayi,seorang anak mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi dua arah dengan memberikan respons lewat gerak tubuh dan suara. Sejak usia dua minggu pertama, dia mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu, dan pada usia 8 minggu, ia mulai mampu memberikan respons terhadap suara yang dikenalinya. Kemudian, tahapan selanjutnya adalah perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa.

Tidak lama setelah seorang bayi tersenyum, ia mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-suara yang sangat lucu dan sederhana, seperti /eh/, /ah/, /uh/, /oh/ dan tidak lama kemudian ia akan mulai mengucapkan konsonan seperti /m/, /p/, /b/, /j/ dan /k/. Pada usia 12 minggu, seorang bayi sudah mulai terlibat pada percakapan ”tunggal”dengan menyuarakan /gaga/, /ah goo/, dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan suara seperti tertawa atau teriakan riang, dan babbling. Pada usia 24 minggu, seorang bayi akan mulai bisa menyuarakan /ma/, /ka/, /da/ dan sejenisnya.Sebenarnya banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai memahami apa yang orangtuanya atau orang lain katakan. 

1 komentar:

Terapi Wicara & Anak Terlambat Bicara


Terapi wicara & anak terlambat bicara

 Terapi wicara dan terapi anak terlambat bicara dapat dilakukan dengan berbagai metoda terapi dikombinasikan dengan hipnoterapi. Dengan dukungan orang tua, semangat sang anak, dan kasih sayang Sang Maha Pencipta, kesembuhan adalah suatu hal yang sangat mungkin terjadi! Percayakah Anda? 

Permasalahan justru banyak terletak pada level keyakinan orang tua: apakah ini akan berhasil? Ah saya coba saja, siapa tahu berhasil. Akan lebih baik bila diberi niatan yang ikhlas serta dengan penuh pengharapan kepada Sang Maha Kuasa. Doa dan pengharapan akan sangat membantu. 


 Seiring dengan itu, ikhtiar dan usaha dari orang tua sangat diharapkan. Namun hal ini harus dilakukan tidak oleh sembarang orang. Hanya dilakukan oleh yang mengerti betul metoda dan caranya yang terbukti baik dan hasil permanen.

Sebagian anak mengalami terlambat bicara. Namun seberapa terlambat inilah yang menjadi permasalahan. Terapi anak terlambat bicara yang tepat akan sangat membantu anak-anak untuk bisa berkomunikasi dengan cepat dan benar. Hal ini membutuhkan support / dukungan dari orang tua secara penuh.

Namun ada kalanya faktor-faktor lain ikut mempengaruhi mengapa anak terlambat bicara. Bisa saja orang tua bersikap keras, sering membentak, memaki-maki orang (dan sang anak) sehingga timbul ketakutan yang luar biasa di dalam diri sang anak bahkan untuk berbicara sekalipun.

Atau mungkin ada ketakutan / trauma lainnya sehingga mempengaruhi timing dari kemampuan anak untuk berbicara. Di sinilah peran seorang ahli untuk menggaliroot cause (sumber / inti masalah) yang sebenarnya.

Jadi sayangilah anak-anak Anda dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari, ya. Mari kita bentuk generasi mendatang yang jauuuuh lebih baik daripada kita. Setuju? 

0 komentar:

Terapi wicara pada anak tunarungu


Terapi wicara pada anak tunarungu


Hal berikutnya yang harus dilakukan adalah memberikan intervensi yang tepat kepada anak kita yang tuna rungu. Intervensi tersebut berupa terapi. Ada beberapa terapi yang saat ini kita kenal di Indonesia, yaitu: terapi wicara, terapi auditory verbal (AVT), dan terapi natural auditory oral (NAO). Kita sebagai orang tua dapat memilih salah satu dari terapi-terapi tersebut yang memang sesuai dengan keadaan kita dan anak kita.

Karena pertemuan kali ini adalah membahas tentang terapi wicara, maka yang akan dibahas adalah tentang terapi wicara.
Berbagai masalah anak tuna rungu yang ditangani oleh terapis wicara adalah:

1.      Mendengar
2.      Bahasa
3.      Artikulasi
4.      Irama Kelancaran
5.      Suara

Adapun penjelasan dari penanganan berbagai  masalah tersebut adalah:
1.    Mendengar
         Pada latihan mendengar yang diajarkan dan dilatih adalah:
a.    Deteksi suara
b.    Diskriminasi suara
c.    Identifikasi suara
d.    Komprehensif

2.    Bahasa
         Pada latihan bahasa ini anak tuna rungu diajarkan untuk menyusun kata-kata 
         sehingga mengandung makna dan dapat digunakan untuk berkomunikasi.

3.    Artikulasi
         Bertujuan untuk melatih alat-alat ucap sehingga dapat memproduksi artikulasi dan  
         dapat menyempurnakannya.
          Adapun bagian-bagiannya adalah:
a.    Oral Sensory Motor
                  Bertujuan untuk mengaktifkan organ artikulasi.
b.    Pra Speech
c.    Speech

4.    Irama Kelancaran
         Melatih agar dapat berbicara dengan lancar dan menghindari terjadinya:
a.    Stuttering
b.    Cluttering
c.    Latah

5.    Suara
         Melatih agar suara dapat keluar secara natural dan menghindari produksi suara yang:
a.     Nasal/sengau
b.     Tinggi/melengking
c.      Serak
d.     Besar

0 komentar: